1.
MUHASABAH
Apa kamu lelah? Sini datanglah padaku,
pada dadaku, dengarkan detak jantungku
satu-satu. Sudah lama kau pergi dari rumah
nuju paran demi paran seturut hasrat dan pikiran.
Bagaimana itu bisa membikinmu tenteram?
Sini, lekat padaku, dengar detak jantungku
satu-satu. Apa kau bisa dengar detak jantungmu
sekarang? Apa ia hidup? Berdetak? Bersuara?
Sini, lekatlah padaku, pada dadaku,
dengar ia berkisah tentang jalan darah
yang teramat panjang, berliku, dan bercabang.
Nama-nama dan semua peristiwa larut di dalamnya.
Adakah namamu di situ? Di manakah semua kenanganmu?
Sini, surutkan sungai sansaimu, tumpahkan hujan
pujamu. Dada ini adalah penerimaan Bumi,
adalah keluasan Langit, yang abadi. Dada,
dada, ke mana lagi kau akan dibawanya?
2017-2019.
2.
MEDITASI PAGI
Pagi begini jalan kaki kecil-kecil depan rumah. Hitung
pelan jengkal halaman. Satu hembusan satu langkah
satu arah tatapan. Ke depan ada dinding tetangga,
ke kiri, ke kanan begitu juga. Sepetak halaman ini
adalah satu jembatan nuju mana saja mau jalan.
Kadang banyak sampah kadang tergenang air
hujan. Sekarang lagi kering bersih habis kusapu
pakai seikat segenggam lidi. Sekarang sambil
kupandang rumah: pintu kayu aus sering dipegang,
jendela kaca mulai buram, dinding kusam berlumut.
Ada juga terdengar ricik kali kecil belakang rumah
jika ditelusur akan sampai sungai besar sampai laut.
Dan di halaman belakang satu Randu Alas menjulang
di sela semak perdu. Di sebaliknya hampar sawah
seolah tak sudah-sudah. Langit itu biru bersih dari
awan, dan matari naik sepenggal-sepenggal.
Terang hangat begini jadi sadar jadi ingat betapa
sudah banyak hitungan langkah. Berhentilah
aku, rumah itu, Randu Alas itu. Berhenti. Mesti
berhenti sebentar di satu pagi seperti ini. Sebelum
nanti bikin pagar batu, tanam lima kembang
Sepatu, dan petik satu Haiku di mataku.)*
Agustus 2018.
Note:
)* Dua baris terakhir sajak ini merupakan reinterpretasi dari bait pertama puisi Ahmad Yulden Erwin, KITAB HALAMAN: "Kini mulai kubaca lagi halaman rumahku:/pagar batu, lima rumpun seruni, sepasang/kenari, serta tiga larik haiku berlari memeluk/."
3.
SATORI
Ini saatnya kau musti berhenti, dan mulai berbalik
arah, meski dunia berlari dan terus saja berlari.
Kini seperti semburat cahaya dan Padma
tumbuh berpinak di pijak bijak kakimu.
Ini bukan perkara pencarianmu
lagi. Ini perihal penemuan sejati.
Satu pagi lihat Nuri patuk telan biji
bunga matari lalu terbang ke udara tinggi.
2018-2019.
4.
TIGA PERBANDINGAN
I.
Dinihari gemericik kali jelas
terdengar pas tidak turun hujan.
Di gurun pas ada badai,
tidak ada fatamorgana.
II.
Matari benam di balik bukit.
Langit semburat cahaya.
Manusia saat sakit,
tidur pun kerap terjaga.
III.
Seribu perjanjian damai.
Teratai mekar tidak berisik.
2018-2019.
5.
PERIHAL PENDAKIAN
Gunung Merapi tegak di hadapan.
Sebelum itu hampar sawah dan pohonan.
Ada jalan tempat orang menuju
ke puncak tidak jelas kelihatan.
Orang pergi bersama tujuan di kepala,
terlihat dan terasa pertama justru di kaki.
Suatu kali ada di puncak. Dusun
dan kota kecil-mengecil di ujung mata.
Di dalam diri ini sungguh terasa luasnya.
Ketika turun kembali jadilah biasa saja.
2018-2019.
Komentar
Posting Komentar